Total Tayangan Halaman

Selasa, 04 Februari 2014

Post mortem



Perubahan Yang Terjadi Pada Ikan Setelah Mati (Post Mortem)
1.    Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme
2.    Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati . Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
Tahapan rigor mortis:
*      Fase pre-rigor
Fase ini ialah fase yang pertama kali dialami ikan ketika pertama kali mati. Pada fase ini sifat dari ikan masih menyerupai ikan hidup/masih bersifat segar. Ciri-ciri dari ikan segar itu sendiri yakni bola mata yang menonjol, warna bola mata cerah dan bening, insang berwarna merah cemerlang, tekstur daging elastis, sedikit lendir pada tubuh ikan, serta baunya spesifik jenis.
*      Fase Rigor mortis
Fase rigor mortis ialah fase yang dilewati setelah ikan melalui fase pre-rigor. Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang mulai mengejang, dan tekstur daging ikan relatif keras. Hal ini disebabkan oleh serentetan reaksi biokimiawi yang kompleks.
*      Fase post-rigor
Fase ini merupakan fase yang dilewati setelah ikan melalui fase rigor-mortis, fase ini ditandai dengan tektstur daging ikan yang kembali melunak yang disebabkan oleh peristiwa autolisis pada daging ikan. Pada fase ini, bakteri menyerang secara intensif pada tubuh ikan.
Lamanya fase-fase tersebut bergantung kepada bagaimana ikan itu ditangani, jika ikan ditangani secara benar, maka kemundurun mutu ikan dapat diperlambat. Selain itu juga ukuran ikan juga ikut mempengaruhi tingkat kemunduran mutu ikan. Ikan yang berukuran besar lebih lama busuk dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil. Hal ini disebabkan karena ikan berukuran besar memiliki cadangan glikogen yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil
3.    Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali . Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri
4.    Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya,. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium. Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu . Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk.

Minggu, 02 Februari 2014

Pengawetan Daging



Pengawetan Daging
            Daging sebagai hasil proses biokimia dan biofisika dari otot setelah ternak dipotong, merupakan keadaan dimana daging memerlukan penanganan karena merupakan media tumbuh bagi mikroorganisme jika tidak dilakukan penanganan, maka untuk mencegah perbanyakan mikroorganisme khususnya bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu yang sangat cepat.
            Teknik pengawetan daging yang sering digunakan pada karkas daging dan daging pascarigor adalah penggunaan suhu rendah yakni pendinginan dan pembekuan. Pendinginan pada suhu 2- 50c pada karkas dan daging selain berfungsi sebagai memperpanjang daya sumpan juga dapat meningkatkan kualitas daging melalui peningkatan keempukan dan flavor.
*      Pendinginan (refrigeration)  
Pendinginan memungkinkan untuk menyimpan daging dalam waktu tertentu berkat aksinya dalam menghambat perkembangan bakteri tanpa membunuh bakteri. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan bahwa suhu dingin sebaiknya secepat mungkin dioperasikan setelah ternak dipotong dan agar daging/karkas sekurang mungkin dicemari/terkontaminasi oleh bakteri selama proses pemotongan. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan daging dengan kualitas higienis yang baik.
Pendinginan dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas daging terutama keempukan dan citarasa yang terjadi selama proses penyimpanan karena adanya maturasi pada daging. Seperti pula diketahui bahwa suhu karkas berkisar 35 – 37° C pada akhir proses pemotongan maka peranan pendinginan cukup penting didalam menurunkan suhu karkas tersebut agar dapat disimpan pada suhu sekitar 0 - +2° C. Pendinginan karkas dengan menggunakan suhu mendekati titik nol (0 – 5° C) pada suhu karkas masih tinggi , dimana pada saat itu karkas masih dalam kondisi pra rigor, dapat mengakibatkan kelainan mutu daging yang dikenal dengan nama cold shortening atau pengkerutan karena dingin. Pengkerutan akibat dingin menyebabkan otot memendek bisa mencapai 50 % dan daging menjadi keras dan kehilangan cukup cairan yang berarti selama pemasakan.
Pada tahap pertama, karkas didinginkan pada suhu dimana persentase pengkerutan paling minimal, berdasarkan penelitian Locker dan Hagyard (1963) untuk memperoleh pengekerutan minimal sebaiknya daging didinginkan pada suhu antara 14 – 19° C selama 24 jam pertama dimana pada saat tersebut rigor mortis telah terbentuk. Kecepatan terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada suhu dan kondisi ternak pada saat disembelih. Locker dan Daines (1975) memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis pada otot Sternomandibularis pada suhu 37° C, 34° C, 24° C, dan 15° C,  masing-masing secara berurutan 7 jam, 10 jam, 12 jam, dan 24 jam. Rigor mortis dapat pula terbentuk dalam waktu yang cepat pada ternak-ternak yang telah kekurangan atau kehabisan glikogen akibat habis terkuras karena perlakuan-perlakuan yang keras sebelum pemotongan dilakukan.
Cold shortening yang terjadi karena pendinginan yang cepat dengan suhu sangat rendah pada karkas terutama pada potongan-potongan karkas dan daging mengakibatkan kealotan yang berarti.
Karkas yang telah mengalami rigor mortis, kemudian disimpan pada kamar pendingin (+ 2°  C) selama beberapa hari. Selama penyimpanan ini terjadi maturasi yakni proses transformasi kimia didalam otot dan memperlihatkan efek terhadap perbaikan keempukan daging secara progresif sampai tingkat optimal. Keadaan dimana daging menjadi matang, pada tingkat inilah daging sebaiknya dikonsumsi.
Untuk memperoleh tingkat maturasi yang baik, pada umumnya karkas sapi disimpan antara 10 – 15 hari pada suhu  + 2°  C sebelum daging tersebut di konsumsi. Untuk praktisnya, maturasi biasanya berlangsung selama 7 – 8 hari dengan alasan ekonomi. Hal mana tidaklah cukup dari segi teknisnya.  simpanan pada suhu mendekati 2 C°.
*      Pembekuan (Freezing) 
Pembekuan merupakan tahap selanjutnya dari penyimpanan daging setelah karkas melalui proses maturasi (aging) yang optimal dimana proses komplet rigor mortis telah terpenuhi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya cold shortening dan thaw rigor pada saat daging dicairkan dari kristal es yang meliputinya sebelum dimasak.
Untuk pengawetan daging dengan menggunakan suhu sangat rendah, maka potongan – potongan karkas terlebih dahulu harus dikeluarkan tulang-tulangnya dan menghilangkan lemak dipermukaan karkas/daging, sehingga benar-benar daging yang dibekukan. Ini dimaksudkan selain untuk efisiensi tempat, juga dimaksudkan untuk menghindari peruabahan – perubahan yang dapat terjadi pada daging selama penyimpanan terutama lemak, pada suhu rendah masih dapat mengalami proses ketengikan.
Untuk mendapatkan hasil/kualitas yang baik selama pembekuan maka perlu diperhatikan hal-hal berikut :
·         Penggunaan suhu pembekuan cepat (- 36° C) atau sangat cepat (- 40° C) pada karkas atau daging yang telah mengalami maturasi.
·         Menyimpan daging beku pada suhu rendah (-18° C).
·         Menghindari variasi suhu selama penyimpanan.
·         Menghindari pembekuan atau thawing secara berturut-turut.
·         Thawing dilakukan secara lambat pada suhu + 1° C.