LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI
PANGAN
PEMBUATAN TEMPE
Oleh:
NAMA :
ETI KURNIATI
NIM :
G311 11 902
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : ANDI ANGGARENI
LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI DAN KEAMANAN PANGAN
PROGRAM
STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN
TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ragam produk
fermentasi sangatlah banyak dan beragam baik yang berasal dari Indonesia ataupun
dari berbagai negara. Tiap prduk melibatkan satu atau lebih
mikroorganisme. Apabila lebih dari satu
mikrobia maka akan terjadi suatu kondisi yang saling mendukung untuk
menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk fermentasi ada
yang telah diketahui macam dan fungsi mikrobianya adapula yang belum diketahui
secara pasti, salah satunya adalah tempe. Tempe yang merupakan makanan yang sangat
popular yang sangat diminati oleh masyarakat.
Tempe
merupakan hasil fermentasi dari kedelai menggunakan jamur Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligosporus. Tempe selain dibuat dari kedelai dapat juga dibuat dari berbagai
bahan nabati berprotein. Pada substrat kedelai jamur selain berfungsi mengikat
atau menyatukan biji kedelai sehingga menjadi satu kesatuan produk yang kompak
juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna tempe saat
dikonsumsi.
Tempe memiliki
kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi, sehingga masyarakat pada
umumnya memilih tempe sebagai alternatif sumber protein yang murah dan dapat
dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Oleh karena itu, sebagai calon ahli
di bidang pangan sangat perlu diketahui
bagaimana cara membuat tempe yang memiliki kualitas baikdan aman dikonsumsi
bagi masyarakat luas. Berdasarkan penguraian di atas, maka hal tersebut menjadi
latar belakang dilakukannya praktikum dan penulisan laporan ini.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan
dilakukannya praktikum pembuatan tempe ini adalah sebagai berikut ini :
1.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe.
2.
Untuk
mengetahui pengaruh serat pada fermentasi tempe.
3.
Untuk
mengetahui tingkat hidrolisat pada fermentasi tempe.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu kita dapat mengetahui
bagaimana cara membuat tempe yang baik dan benar dan bisa mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus mengandalkan tempe yang dihasilkan oleh
sebuah industri.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tempe
Tempe
adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus
oligosporus, Rh. oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh.
arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi
tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya
akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan
dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan
infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum,
tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma
khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di
Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia
banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya
sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika
Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang
lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak
mengkhawatirkan
kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang, memerlukan lisensi dari pemegang hak paten, ( Anonim, 2013 )
kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang, memerlukan lisensi dari pemegang hak paten, ( Anonim, 2013 )
Prosedur pembuatan tempe menurut Amirul (2012) yaitu sebagai
berikut :
·
Kedelai direndam dengan air
bersih selama satu hari satu malam.
·
Setelah direndam sehari semalam
dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas
sampai biji terbelah.
·
Kedelai yang telah dibuang
kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih selama ± 30 menit sampai titik
didih tercapai. Kemudian rebusan kedelai
ditiriskan pada tampah yang beralaskan koran, lalu didinginkan.
·
Setelah rebusan kedelai dingin,
taburkan bibit tempe sebanyak 0,5 gr pada 0,5 kg kedelai secara merata dengan
alat pengaduk.
·
Kedelai yang sudah dicampur
bibit tempe, dibungkus dengan plastik yang sudah ditusuk-tusuk dengan
jarum. Setelah itu disimpan selama dua
hari.
·
Pengamatan dilakukan selama dua
hari berturut-turut guna melihat proses berlangsungnya fermentasi.
B.
Fermentasi Tempe
Tempe
berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji
kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen
kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda
dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia,
tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang
telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi
di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di
sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga
sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk
menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan
gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam
keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe
unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi
undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten) (Hermana &
Karmini, 1999).
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam
keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu
bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas
yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik
dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda
tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara
singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui
fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan
oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan
Reaksi Kimia:
C6H12O6
→ 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan
sebagai:
Gula (glukosa,
fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur biokimia
yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi
umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal
respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi
tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Warna putih
pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji
kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan
biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi,
tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang
paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan
enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang
lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh
tubuh.
Rhizopus sp
tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu
fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin
menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum
jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur
lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang
sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan
oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan
enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi
senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan
merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber
protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.
Berdasarkan
suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri
Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram
positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa
tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi aerob.
Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya
bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari
tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai
diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai,
penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan
juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai
makanan dan ketersediaan oksigen ( Fais, 2013)
C. Rhizopus
oryzae dan Rhizopus oligosporus
Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan
dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin
dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus
oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan
asam amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Menurut
Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus
oryzae tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian, semakin lama
waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur
semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara
umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air
untuk jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air,
jumlah nutrien dalam bahan juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus pada tempe mempunyai hifa yang berguna untuk
menyerap makanan dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari,
kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Ciri-ciri
R. oryzae secara umum, antara lain ialah hifa tidak bersekat (senositik), hidup
sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa organik. Pembuatan tempe
dilakukan secara aerobik. Reproduksi aseksual cendawan R. oryzae dilakukan
dengan cara membentuk sporangium yang di dalamnya terdapat sporangiospora. Pada
R. oryzae terdapat stolon, yaitu hifa yang terletak di antara dua kumpulan
sporangiofor (tangkai sporangium). Reproduksi secara seksual dilakukan dengan
fusi hifa (+) dan hifa (-) membentuk progamentangium. Progamentangium akan
membentuk gametangium. Setelah terbentuk gamentangium, akan terjadi penyatuan
plasma yang disebut plasmogami. Hasil peleburan plasma akan membentuk cigit
yang kemudian tumbuh menjadi zigospora. Zigospora yang telah tumbuh akan
melakukan penyatuan inti yang disebut kariogami dan akhirnya berkembang menjadi
sporangium kecambah. Di dalamsporangium kecambah setelah meiosis akan terbentuk
spora (+) dan spora (-) yang masing-masing akan tumbuh menjadi hifa (+) dan
hifa (-).
Sifat-sifat
Rhizopus oryzae, yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu,
stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan.
Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam
kelompok (hingga 5 sporangiofora), rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada
posisi yang sama dengan sporangiofora. Terdapat sporangia globus atau sub
globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat
gelap sampai hitam bila telah masak. Kolumela oval hingga bulat dengan dinding
halus atau sedikit kasar. Rhizopus
oryzae memiliki spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur ini adalah 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif, ( putupermana, 2012 ).
oryzae memiliki spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur ini adalah 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif, ( putupermana, 2012 ).
Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak
menghasilkan enzim protease. R.
oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat
komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih
mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat
memfermentasi substrat lain, memproduksi enzim, dan meng`1lah limbah. Salah
satu enzim yang diproduksi tersebut.
R. oligosporus
mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor
tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar,
dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter.
Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan
diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian
pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa,
sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris
dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter R.
oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35 °C, dengan suhu minimum 12 °C,
dan suhu maksimum 42 °C, ( Anonim, 2013b)
D. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
tempe menurut
Anonim (2011), yaitu sebagai berikut :
Anonim (2011), yaitu sebagai berikut :
![*](file:///C:\Users\ETI\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Oksigen
dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat
menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas
yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan
kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong
tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang
lainnya sekitar 2 cm.
![*](file:///C:\Users\ETI\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Uap
air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan
karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
![*](file:///C:\Users\ETI\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Kapang
tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat
tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada
waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
![*](file:///C:\Users\ETI\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
Laru
yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena
itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama
disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.
Menurut Weiss (1984) kriteria
hasil akhir dari proses fermentasi tempe yang benar adalah :
Ø
Berwarna putih atau putih
keabu-abuan
Warna
putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai. Miselia jamur ini biasanya tumbuh merata di sepanjang permukaan
tempe.
Ø
Tekstur kompak, padat dan lunak
Tekstur
yang kompak dan padat juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang
menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut.
Ø
Aroma khas tempe
Biasanya
aroma pada tempe agak berbau asam. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam
kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor yang spesifik setelah fermentasi
Ø
Tempe tidak hancur
Terutama
pada saat dipotong. Artinya tempe tidak terlalu lembek dan berbentuk padat.
Ciri-
Ciri tempe yang tidak jadi menurut Buckle (1987) adalah :
Ø
Tempe tetap basah
Ø
jamur tumbuh kurang baik
Ø
Tempe berbau busuk
Ø
Ada bercak hitam dipermukaan tempe
Ø
Jamur hanya tumbuh baik di salah
satu tempat
Ø
Kondisi pertumbuhan miselium tidak
merata akibat penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopu oryzae)
tidak merata
Ø
Kedelai tidak kompak : kapang tidak
aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu tua, pengadukan laru
tidak merata, waktu fermentasi yang kurang lama, suhu fermentasi yang terlalu
rendah.
E.
Kedelai
Kedelai
adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak
makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe (Wikipedia, 2013).
Kedelai merupakan sumberprotein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya
dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar protein pada
varietas unggul dapat mencapai 40-43 %. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per
hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari kedelai sebanyak 157,14
gram. (Radiyati, 1992).
III. METODOLOGI
PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Bioteknologi Pangan mengenai
Isolasi
Mikroba dilakukan pada hari Kamis, 24 Oktoberer 2013 pada
pukul 10.00-12.45 WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Mikroba dilakukan pada hari Kamis, 24 Oktoberer 2013 pada
pukul 10.00-12.45 WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B.
Alat dan Bahan
Alat - alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
-
timbangan analitik
-
wadah
-
kompor
-
panci
rebusan
-
sendok
-
talenan
-
Bunsen
gas
-
gunting
-
pisau
Bahan - bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
-
kacang
kedelai
-
ragi
-
air
-
plastik gula
-
pentul
-
daun
pisang
-
aluminium
foil
-
lab
C. Prosedur
Praktikum
Prosedur
praktikum yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Ditimbang kedelai sebanyak 600 gram
2. Kedelai direndam selama 12 jam
kemudian ditiriskan
3. Direbus selama 90 menit
4. Ditriskan dan dibiarkan sampai agak
kering
5. Ditimbang berat kedelai yang telah
direbus (sebanyak 1070 gram)
6. Bahan dipisahkan menjadi dua bagian, masing-masing sebanyak 535 gram, ada yang dicacah
dan ada yang tidak dicacah.
7. Dicampurkan
ragi tempe sebanyak 25% dari berat
bahan baik yang dicacah maupun yang tidak dicacah, masing-masing sebanyak
178,33 gram ragi tempe.
8. Setelah ragi telah tercampur rata pada
kedelai, kemudian dibungkus dalam plastik gula yang telah dilubangi dengan
jarum, plastik gula yang tidak dilubangi, dan dengan daun pisang.
9. Diamati fermentasi tempe yang telah
dibuat setelah 2 hari.
D.
Perlakuan Praktikum
Perlakuan
praktikum yang dilakukan pada pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
A = perlakuan pendahuluan
A1 = tidak direbus
A1a : ditambahkan cuka
A1b : tidak ditambahkan
cuka
A2 = perebusan 30 menit
(lunak)
A3 = perebusan 15
menit (1/2 matang)
A4
: tidak direbus (mentah)
B = perlakuan
pada` kulit ari:
B1
= dengan kullit ari
B2 = tanpa kulit ari
C =
perebusan kedua
C1
= tidak diakukan perebusan kedua
C2
= dilakukan perebusan kedua
D =
pencacahan
D1 = dicacah
D2 = tidak dicacah
E = pengemasan
E1
= plastik dilubangi
E2 = plastik tidak dilubangi
E3 = kulit pisang
F = suhu penyimpanan
F1 = suhu 200 C
F2 = suhu ruang
E. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada praktikum pembuatan alkohol
adalah sebagai berikut :
1. Aroma
2. Tekstur
3. Pertumbuhan miselium
4. Kekompakan dan kenampakan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil
yang diperoleh pada praktikum mengenai pembuatan alkohol ini adalah sebagai
berikut :
Tabel
03. Hasil Pengamatan Aroma, Tekstur,
Pertumbuhan Miselium, Kekompakan, dan
Kenampakan Tempe pada Hari Kedua.
Perlakuan
|
Paramater
|
||||
Aroma
|
Tekstur
|
Pertumbuhan
Miselium
|
Kekompakan
|
Kenampakan
|
|
A4,B1,C2,D1,E1,F2
|
tempe
busuk
|
Lembek
|
menyebar
|
kompak
|
berwarna
hitam di sekitar pertumbuhan miselium
|
A4,B1,C2,D1,E2,F2
|
tempe
busuk
|
Lembek
|
tidak
menyebar
|
tidak
kompak
|
berwarna
kedelai sebelum difermentasi
|
A4,B1,C2,D1,E3,F2
|
khas
tempe
|
Lembek
|
menyebar
|
tidak
kompak
|
berwarna
putih
|
A4,B1,C2,D2,E1,F2
|
tempe
busuk
|
Lembek
|
menyebar
|
tidak
kompak
|
warna
kehitaman
|
A4,B1,C2,D2,E2,F2
|
bau
asam
|
Lembek
|
tidak
menyebar
|
tidak
kompak
|
berwarna
kedelai sebelum difermentasi
|
A4,B1,C2,D2,E3,F2
|
khas
tempe
|
Lembek
|
menyebar
|
kompak
|
berwarna
putih
|
Sumber : Data Sekunder
Praktikum Aplikasi Bioteknologi Pangan, 2013.
B. Pembahasan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah kacang kedelai, kacang kedelai
merupakan tanaman jenis polong-polongan sumber protein dan lemak nabati dalam
kehidupan sehari-hari. Karena kandungan gizi yang baik kedelai digunakan
sebagai bahan baku pembuatan tempe. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Radiyati (1992), bahwa kedelai atau kacang
kedelai, adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar
banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe.
Pembuatan
tempe kedelai membutuhkan bantuan dari mikroorganisme. Mikroorganisme yang
digunakan dalam pembuatan tempe yaitu berasal dari jenis kapang atau jamur yang
disebut Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Mikroorganisme ini
merupakan jamur yang memiliki peranan hampir sama dalam pembuatan tempe. Rhizopus oligosporus berperan dalam
menghasilkan hifa yang akan membungkus kedelai hingga terbentuk tempe,
sedangkan Rhizopus oryzae berperan
dalam mengikat dan menyatukan biji kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan putupermana
(2012), bahwa Jamur Rhizopus
oligosporus pada tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan
dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut
akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Hasil
pengamatan 6 perlakuan untuk parameter aroma tempe yang terlihat dari tabel
hasil menunjukkan aroma khas tempe dan bau busuk. Hal ini disebabkan oleh semua
perlakuan di atas telah mengalami fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. sehingga menghasilkan aroma
khas tempe dan untuk tempe yang memiliki
aroma busuk disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak berhasil diakibatkan
karena kondisi lingkungan yang kurang higienis dan bersih. Hal ini sesuai
pernyataan Hermana dan Karmini (1999), bahwa degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas dan aroma
busuk yang dihasilkan oleh tempe disebabkan lewatnya masa pertumbuhan dari Rhizopus sp, yang ditandai dengan
munculnya spora berwarna putih kehitaman yang menghasilkan bau busuk. Hal ini juga sesuai dengan Anonim (2013), bahwa aktifitas
yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur akan terlihat setelah
aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp.
melampaui masa optimumnya, yakni setelah terbentuknya spora-spora baru yang
berwarna putih-kehitaman. Hal ini dapat diketahui, terutama pada tempe yang
dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak.
Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami
pembusukan.
Hasil
pengamatan dari 6 perlakuan untuk parameter tekstur tempe yang terlihat dari
tabel hasil praktikum menunjukkan tekstur lunak atau lembek .Tekstur lunak diperoleh proses fermentasi yang kurang
berhasil dan tidak sesuai dengan kriteria tempe yang baik dimana tempe yang
baik memiliki tekstur padat dan tidak lembek atau lunak sehingga pada saat
dipotong tempe tidak hancur. Hal ini sesuai dengan Weiss (1984), bahwa kriteria
hasil fermentasi tempe yang benar adalah tempe tidak hancur terutama
pada saat dipotong. Artinya tempe tidak terlalu lembek dan berbentuk padat, sedangkan tekstur padat pada tempe
disebabkan karena miselia jamur saling mengikat satu sama lain dengan kompak.
Hal ini sesuai dengan Weiss (1984), bahwa tekstur yang kompak dan padat
juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji
kedelai tersebut. sehingga tempe akan terlihat kompak karena diikat oleh
miselia.
Hasil
pengamatan 6 perlakuan untuk parameter pertumbuhan miselium tempe yang terlihat
dari tabel hasil menunjukkan pertumbuhan yang menyebar dan tidak menyebar atau
merata. Pertumbuhan miselim yang menyebar yaitu perlakuan A4,B1,C2,D1,E1,F2.,
A4,B1,C2,D1,E3,F2,
, A4,B1,C2,D2,E3,F2
dan A4,B1,C2,D2,E1,F2.
Sementara pertumbuhan miselium
yang tidak menyebar yaitu pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E2,F2,
dan A4,B1,C2,D2,E2,F2.
Pertumbuhan miselium yang tidak merata disebabkan karena
ketiga perlakuan tersebut berada pada kondisi anaerob yaitu tidak ada oksigen
yang dapat digunakan kapang dalam proses pertumbuhannya utamanya pertumbuhan
hifa. Hal ini sesuai pernyataan Buckle (1987), bahwa difusi oksigen secara perlahan
merata ke dalam tempe akan menghasilkan pertumbuhan kapang yang optimum. Dan
pertumbuhan miselium yang merata disebabkan karena pada saat penaburan ragi
dilakukan secara tidak merata sehingga pertumbuhan miselium menjadi tidak
menyebar dan salah satu ciri bahwa fermentasi tempe tidak berhasil yaitu kondisi
pertumbuhan miselium tidak merata akibat penyiraman/penaburan larutan atau
jamur fermentasi (Rhizopus oryzae) tidak merata.
Hasil
pengamatan 6 perlakuan untuk parameter kekompakan kedelai yang terlihat dari
tabel hasil menunjukkan kompak dan tidak kompak. Untuk perlakuan yang tidak
kompak yaitu pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E2,F2,
A4,B1,C2,D1,E3,F2,
A4,B1,C2,D2,E1,F2,
dan A4,B1,C2,D2,E2,F2.
Sedangkan tempe yang kompak pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E1,F2
dan A4,B1,C2,D2,E3,F2.
Tempe yang kompak disebabkan pertumbuhan misellium yang optimal sehingga hifa
tersebar merata dan mengikat kedelai sehingga terlihat kompak dan menyatu. Hal
ini sesuai pernyataan Anonim (2013) bahwa benang-benang hifa yang
dihasilakan kapang tempe mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai
lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak.
Sedangkan kedelai yang tidak kompak disebabkan oleh kondisi kapang yang sudah
tidak aktif dan laru yang diberikan terlalu sedikit dan pengadukan yang tidak
merata. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), bahwa ciri-ciri tempe yang tidak
berhasil adalah kedelai tidak kompak diakibatkan
karena kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu
tua, dan pengadukan laru tidak merata.
Hasil
pengamatan 6 perlakuan untuk parameter kenampakan yang terlihat dari tabel
hasil menunjukkan tempe yang berwarna putih, berwarna kedelai (tidak ada
perubahan warna sebelum dan sesudah difermentasi), dan ada juga yang berwarna
hitam. Hal ini disebabkan pertumbuhan misellium yang tidak optimal sehingga
hifa tersebar tidak merata dan ada bercak hitam dipermukaan
tempe, jamur hanya tumbuh baik di salah
satu tempat, sehingga kondisi pertumbuhan miselium tidak merata akibat
penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopu oryzae) tidak
merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle (1987) bahwa, pertumbuhan miselium yang tidak
optimal sehingga hifa tersebar tidak merata dan ada bercak
hitam dipermukaan tempe, jamur hanya
tumbuh baik di salah satu tempat.
Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan
dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan
toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus
oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan
asam amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Rhizopus sp. utamanya Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus.
Kedua bakteri ini mampu menghasilkan enzim protease yang dapat mengurai protein
pada kedelai menjadi asam amino yang lebih sederhana. Hal ini sesuai pernyataan
putupermana (2012) bahwa Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan
asam amino, selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Sedangkan Rhizopus oligosporus.
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum pembuatan
tempat adalah sebagai berikut:
1.
Faktor
yang mempengaruhi fermentasi kedelai menjadi tempe adalah jumlah oksigen, suhu
fermentasi, ragi yang digunakan, luas permukaan kedelai, serta prosedur
pembuatan tempe.
2.
Semakin
sedikit serat pada pada kecang kedelai, maka semakin bagus kualitas tempe.
3.
Pertumbuhan
miselium dioengaruhi oleh tingkat hidrolisat dari kedelai. Semakin tinggi
tingkat hidrolisat, maka semakin lebat oertumbuhan dari meselium.
A. Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya asisten dan
praktikan menjalin komunikasi dengan baik, sehingga praktikum berjalan sesuai
dengan prosedur kerja yang telah disiapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amirul,
2012. Tempe. http://amirulrosid.blogspot.com/2012/10/makalah-tempe.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober
2013, Makassar.
Anonim, 2011. Fermentasi Tempe. http://lordbroken.wordpress.com/2011/07/09/fermentasi-tempe/\. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2013,
Makassar.
Anonim, 2013a. http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe. Tempe.
Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013. Makassar
Anonim, 2013b. Anonim,
2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus. Rhizopus oryzae dan Rhizopus Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013. Makassar
Buckle, A. K., R.A. Edwards., G. H. Fleet., M. Wooton. Ilmu Pangan. 1987. Jakarta Penerbit
Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Fais, 2013. http://faishalibnu.blogspot.com/2013/03/laporan-pembuatan-tempe.html. Fermentasi
tempe. Diakses pada tanggal 29 oktober 2013. Makassar.
Hermana, Karmini M, and Karyadi D. 1999. Composition and nutritional value of tempe: its role in the improvement
of the nutritional value of food. Dalam “The complete handbook of tempe”.
The American Soybean Association.
Putupermana, 2012. http://putupermana.blogspot.com/2012/03/rhizopus-oryzae-materi-kuliah-semester.html.
Rhizopus oryzae dan
Rhizopus oligosporus. Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013.
Makassar.
Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG
Puslitbang Fisika Terapan-LIPI. Diakses tanggal 28 Oktober 2013. Makassar.
Weiss et all.
1984. The Free Dictionary . London : CRC Press. Tempe. Jakarta Penerbit Universitas
Indonesia (UI-PRESS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar