Total Tayangan Halaman

Jumat, 27 Desember 2013

laporan tempe



LAPORAN PRAKTIKUM
APLIKASI BIOTEKNOLOGI PANGAN




PEMBUATAN TEMPE


Oleh:


NAMA             : ETI KURNIATI
NIM                 : G311 11 902
                        KELOMPOK   : I (SATU)
                        ASISTEN        : ANDI ANGGARENI
                                                                                            





LABORATORIUM MIKROBIOLOGI DAN KEAMANAN PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ragam produk fermentasi sangatlah banyak dan beragam baik yang berasal dari Indonesia ataupun dari berbagai negara. Tiap prduk melibatkan satu atau lebih mikroorganisme.  Apabila lebih dari satu mikrobia maka akan terjadi suatu kondisi yang saling mendukung untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Produk fermentasi ada yang telah diketahui macam dan fungsi mikrobianya adapula yang belum diketahui secara pasti, salah satunya adalah tempe. Tempe yang merupakan makanan yang sangat popular yang sangat diminati oleh masyarakat.
Tempe merupakan hasil fermentasi dari kedelai menggunakan jamur Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Tempe selain dibuat dari kedelai dapat juga dibuat dari berbagai bahan nabati berprotein. Pada substrat kedelai jamur selain berfungsi mengikat atau menyatukan biji kedelai sehingga menjadi satu kesatuan produk yang kompak juga menghasilkan berbagai enzim yang dapat meningkatkan nilai cerna tempe saat dikonsumsi.
Tempe memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi, sehingga masyarakat pada umumnya memilih tempe sebagai alternatif sumber protein yang murah dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Oleh karena itu, sebagai calon ahli di bidang pangan  sangat perlu diketahui bagaimana cara membuat tempe yang memiliki kualitas baikdan aman dikonsumsi bagi masyarakat luas. Berdasarkan penguraian di atas, maka hal tersebut menjadi latar belakang dilakukannya praktikum dan penulisan laporan ini.

B. Tujuan Praktikum
       Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan tempe ini adalah sebagai berikut ini :
1.         Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi tempe.
2.         Untuk mengetahui pengaruh serat pada fermentasi tempe.
3.         Untuk mengetahui tingkat hidrolisat pada fermentasi tempe.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu kita dapat mengetahui bagaimana cara membuat tempe yang baik dan benar dan bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus mengandalkan tempe yang dihasilkan oleh sebuah industri.















II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tempe
       Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan

kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang, memerlukan lisensi dari pemegang hak paten, ( Anonim, 2013 )
Prosedur pembuatan tempe menurut Amirul (2012) yaitu sebagai berikut :
·         Kedelai direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam.
·         Setelah direndam sehari semalam dalam air rendaman, lalu kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji terbelah.
·         Kedelai yang telah dibuang kulitnya direbus lagi dengan air baru dan bersih selama ± 30 menit sampai titik didih tercapai.  Kemudian rebusan kedelai ditiriskan pada tampah yang beralaskan koran, lalu didinginkan.
·         Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan bibit tempe sebanyak 0,5 gr pada 0,5 kg kedelai secara merata dengan alat pengaduk.
·         Kedelai yang sudah dicampur bibit tempe, dibungkus dengan plastik yang sudah ditusuk-tusuk dengan jarum.  Setelah itu disimpan selama dua hari.
·         Pengamatan dilakukan selama dua hari berturut-turut guna melihat proses berlangsungnya fermentasi.
B. Fermentasi Tempe
Tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Berbagai penelitian di sejumlah negara, seperti Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten) (Hermana & Karmini, 1999).
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Persamaan Reaksi Kimia:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol)
Dijabarkan sebagai:
Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP)
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakanjamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan oleh tubuh.
Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.
Berdasarkan suatu penelitian, pada tahap fermentasi tempe ditemukan adanya bakteri Micrococcus sp. Bakteri Micrococcus sp. adalah bakteri berbentuk kokus, gram positif, berpasangan tetrad atau kelompok kecil, aerob dan tidak berspora, bisa tumbuh baik pada medium nutrien agar pada suhu 30°C dibawah kondisi aerob. Bakteri ini menghasilkan senyawa isoflavon (sebagai antioksidan). Adanya bakteri Micrococcus sp. pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen ( Fais, 2013)
C. Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus
Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus oryzae tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian, semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air untuk jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air, jumlah nutrien dalam bahan juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus pada tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Ciri-ciri R. oryzae secara umum, antara lain ialah hifa tidak bersekat (senositik), hidup sebagai saprotrof, yaitu dengan menguraikan senyawa organik. Pembuatan tempe dilakukan secara aerobik. Reproduksi aseksual cendawan R. oryzae dilakukan dengan cara membentuk sporangium yang di dalamnya terdapat sporangiospora. Pada R. oryzae terdapat stolon, yaitu hifa yang terletak di antara dua kumpulan sporangiofor (tangkai sporangium). Reproduksi secara seksual dilakukan dengan fusi hifa (+) dan hifa (-) membentuk progamentangium. Progamentangium akan membentuk gametangium. Setelah terbentuk gamentangium, akan terjadi penyatuan plasma yang disebut plasmogami. Hasil peleburan plasma akan membentuk cigit yang kemudian tumbuh menjadi zigospora. Zigospora yang telah tumbuh akan melakukan penyatuan inti yang disebut kariogami dan akhirnya berkembang menjadi sporangium kecambah. Di dalamsporangium kecambah setelah meiosis akan terbentuk spora (+) dan spora (-) yang masing-masing akan tumbuh menjadi hifa (+) dan hifa (-).
Sifat-sifat Rhizopus oryzae, yaitu koloni berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu, stolon halus atau sedikit kasar dan tidak berwarna hingga kuning kecoklatan. Sporangiofora tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, baik tunggal atau dalam kelompok (hingga 5 sporangiofora), rhizoid tumbuh berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora. Terdapat sporangia globus atau sub globus dengan dinding berspinulosa (duri-duri pendek), yang berwarna coklat gelap sampai hitam bila telah masak. Kolumela oval hingga bulat dengan dinding halus atau sedikit kasar. Rhizopus
oryzae memiliki spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder. Suhu optimal untuk pertumbuhan jamur ini adalah 350C, minimal 5-70C dan maksimal 440C. Berdasarkan asam laktat yang dihasilkan Rhizopus oryzae termasuk mikroba heterofermentatif, ( putupermana, 2012 ).
Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota yang banyak menghasilkan enzim protease. R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang memecah fitat membuat komponen makro pada kedelai dipecah menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat memfermentasi substrat lain, memproduksi enzim, dan meng`1lah limbah. Salah satu enzim yang diproduksi tersebut.
R. oligosporus mempunyai koloni abu-abu kecoklatan dengan tinggi 1 mm atau lebih. Sporangiofor tunggal atau dalam kelompok dengan dinding halus atau agak sedikit kasar, dengan panjang lebih dari 1000 mikro meter dan diameter 10-18 mikro meter. Sporangia globosa yang pada saat masak berwarna hitam kecoklatan, dengan diameter 100-180 mikro meter. Klamidospora banyak, tunggal atau rantaian pendek, tidak berwarna, dengan berisi granula, terbentuk pada hifa, sporangiofor dan sporangia. Bentuk klamidospora globosa, elip atau silindris dengan ukuran 7-30 mikro meter atau 12-45 mikro meter x 7-35 mikro meter R. oligosporus dapat tumbuh optimum pada suhu 30-35 °C, dengan suhu minimum 12 °C, dan suhu maksimum 42 °C, ( Anonim, 2013b)


D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Tempe
                   Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe menurut
Anonim (2011), yaitu sebagai berikut :
*      Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.
*      Uap Air
Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya.
*      Suhu
Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan.
*      Keaktifan Laru
Laru yang disimpan pada suatu periode tertentu akan berkurang keaktifannya. Karena itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan laru yang belum terlalu lama disimpan agar dalam pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan.

Menurut Weiss (1984) kriteria hasil akhir dari proses fermentasi tempe yang benar adalah :
Ø  Berwarna putih atau putih keabu-abuan
Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Miselia jamur ini biasanya tumbuh merata di sepanjang permukaan tempe.
Ø  Tekstur kompak, padat dan lunak
Tekstur yang kompak dan padat juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut.
Ø  Aroma khas tempe
Biasanya aroma pada tempe agak berbau asam. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor yang spesifik setelah fermentasi
Ø  Tempe tidak hancur
Terutama pada saat dipotong. Artinya tempe tidak terlalu lembek dan berbentuk padat.
               Ciri- Ciri tempe yang tidak jadi menurut Buckle (1987) adalah :
Ø  Tempe tetap basah
Ø  jamur tumbuh kurang baik
Ø  Tempe berbau busuk
Ø  Ada bercak hitam dipermukaan tempe
Ø  Jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat
Ø  Kondisi pertumbuhan miselium tidak merata akibat penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopu oryzae) tidak merata
Ø  Kedelai tidak kompak : kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu tua, pengadukan laru tidak merata, waktu fermentasi yang kurang lama, suhu fermentasi yang terlalu rendah. 
E. Kedelai
Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe (Wikipedia, 2013). Kedelai merupakan sumberprotein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar protein pada varietas unggul dapat mencapai 40-43 %. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari kedelai sebanyak 157,14 gram. (Radiyati, 1992).














III.   METODOLOGI PRAKTIKUM
A.  Waktu dan Tempat
Praktikum Aplikasi Bioteknologi Pangan mengenai Isolasi
Mikroba dilakukan pada hari Kamis, 24 Oktoberer 2013 pada
pukul 10.00-12.
45 WITA, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Keamanan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B.  Alat dan Bahan
Alat - alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


-       timbangan analitik
-       wadah
-       kompor
-       panci rebusan
-       sendok
-       talenan
-       Bunsen gas
-       gunting
-       pisau

Bahan - bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


-     kacang kedelai
-     ragi
-     air
-     plastik  gula
-     pentul
-     daun pisang
-     aluminium foil
-     lab


C. Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.  Ditimbang kedelai sebanyak 600 gram
2.  Kedelai direndam selama 12 jam kemudian ditiriskan
3.  Direbus selama 90 menit
4.  Ditriskan dan dibiarkan sampai agak kering
5.  Ditimbang berat kedelai yang telah direbus (sebanyak 1070 gram)
6.  Bahan dipisahkan menjadi dua bagian, masing-masing sebanyak 535 gram, ada yang dicacah dan ada yang tidak dicacah.
7.  Dicampurkan ragi tempe sebanyak 25% dari berat bahan baik yang dicacah maupun yang tidak dicacah, masing-masing sebanyak 178,33 gram ragi tempe.
8.  Setelah ragi telah tercampur rata pada kedelai, kemudian dibungkus dalam plastik gula yang telah dilubangi dengan jarum, plastik gula yang tidak dilubangi, dan dengan daun pisang.
9.  Diamati fermentasi tempe yang telah dibuat setelah 2 hari.

D. Perlakuan Praktikum
Perlakuan praktikum yang dilakukan pada pembuatan tempe adalah sebagai berikut :
     A =  perlakuan pendahuluan
A1 = tidak direbus
A1a : ditambahkan cuka
A1b : tidak ditambahkan cuka
A2 = perebusan 30 menit (lunak)
A3 = perebusan 15 menit  (1/2 matang)
A4 : tidak direbus (mentah)
B =  perlakuan  pada` kulit ari:
B1 = dengan kullit ari
B2 = tanpa kulit ari
C =  perebusan kedua
C1 = tidak diakukan perebusan kedua
C2 = dilakukan perebusan kedua
D =  pencacahan
D1 = dicacah
D2 = tidak dicacah
E =  pengemasan
       E1 = plastik dilubangi
E2 = plastik tidak dilubangi
E3 = kulit pisang
F =  suhu penyimpanan
F1 = suhu 200 C
F2 = suhu ruang

E. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada praktikum pembuatan alkohol adalah sebagai berikut :

1.  Aroma
2.  Tekstur
3.  Pertumbuhan miselium
4.  Kekompakan dan kenampakan





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Hasil yang diperoleh pada praktikum mengenai pembuatan alkohol ini adalah sebagai berikut :

Tabel 03. Hasil Pengamatan Aroma, Tekstur, Pertumbuhan Miselium,  Kekompakan, dan Kenampakan Tempe pada Hari Kedua.
Perlakuan
Paramater
Aroma
Tekstur
Pertumbuhan Miselium
Kekompakan
Kenampakan
A4,B1,C2,D1,E1,F2
tempe busuk
Lembek
menyebar
kompak
berwarna hitam di sekitar pertumbuhan miselium
A4,B1,C2,D1,E2,F2
tempe busuk
Lembek
tidak menyebar
tidak kompak
berwarna kedelai sebelum difermentasi
A4,B1,C2,D1,E3,F2
khas tempe
Lembek
menyebar
tidak kompak
berwarna putih
A4,B1,C2,D2,E1,F2
tempe busuk
Lembek
menyebar
tidak kompak
warna kehitaman
A4,B1,C2,D2,E2,F2
bau asam
Lembek
tidak menyebar
tidak kompak
berwarna kedelai sebelum difermentasi
A4,B1,C2,D2,E3,F2
khas tempe
Lembek
menyebar
kompak
berwarna putih
Sumber : Data Sekunder Praktikum Aplikasi Bioteknologi Pangan, 2013.



B. Pembahasan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kacang kedelai, kacang kedelai merupakan tanaman jenis polong-polongan sumber protein dan lemak nabati dalam kehidupan sehari-hari. Karena kandungan gizi yang baik kedelai digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe.  Hal ini sesuai dengan pernyataan Radiyati (1992), bahwa kedelai atau kacang kedelai, adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe.
Pembuatan tempe kedelai membutuhkan bantuan dari mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan tempe yaitu berasal dari jenis kapang atau jamur yang disebut Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Mikroorganisme ini merupakan jamur yang memiliki peranan hampir sama dalam pembuatan tempe. Rhizopus oligosporus berperan dalam menghasilkan hifa yang akan membungkus kedelai hingga terbentuk tempe, sedangkan Rhizopus oryzae berperan dalam mengikat dan menyatukan biji kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan putupermana (2012),  bahwa  Jamur Rhizopus oligosporus pada tempe mempunyai hifa yang berguna untuk menyerap makanan dari kacang kedelai. Dalam waktu dua sampai tiga hari, kumpulan hifa tersebut akan membungkus kedelai yang kemudian disebut tempe.
Hasil pengamatan 6 perlakuan untuk parameter aroma tempe yang terlihat dari tabel hasil menunjukkan aroma khas tempe dan bau busuk. Hal ini disebabkan oleh semua perlakuan di atas telah mengalami fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. sehingga menghasilkan aroma khas tempe dan untuk  tempe yang memiliki aroma busuk disebabkan oleh proses fermentasi yang tidak berhasil diakibatkan karena kondisi lingkungan yang kurang higienis dan bersih. Hal ini sesuai pernyataan Hermana dan Karmini (1999), bahwa degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas dan aroma busuk yang dihasilkan oleh tempe disebabkan lewatnya masa pertumbuhan dari Rhizopus sp, yang ditandai dengan munculnya spora berwarna putih kehitaman yang menghasilkan bau busuk. Hal ini  juga sesuai dengan Anonim (2013), bahwa aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putih-kehitaman. Hal ini dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami pembusukan.
Hasil pengamatan dari 6 perlakuan untuk parameter tekstur tempe yang terlihat dari tabel hasil praktikum menunjukkan tekstur lunak atau lembek .Tekstur  lunak diperoleh proses fermentasi yang kurang berhasil dan tidak sesuai dengan kriteria tempe yang baik dimana tempe yang baik memiliki tekstur padat dan tidak lembek atau lunak sehingga pada saat dipotong tempe tidak hancur. Hal ini sesuai dengan Weiss (1984), bahwa kriteria hasil fermentasi tempe yang benar adalah tempe tidak hancur terutama pada saat dipotong. Artinya tempe tidak terlalu lembek dan berbentuk padat, sedangkan tekstur padat pada tempe disebabkan karena miselia jamur saling mengikat satu sama lain dengan kompak. Hal ini sesuai dengan Weiss (1984), bahwa tekstur yang kompak dan padat juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. sehingga tempe akan terlihat kompak karena diikat oleh miselia.

Hasil pengamatan 6 perlakuan untuk parameter pertumbuhan miselium tempe yang terlihat dari tabel hasil menunjukkan pertumbuhan yang menyebar dan tidak menyebar atau merata. Pertumbuhan miselim yang menyebar yaitu perlakuan A4,B1,C2,D1,E1,F2., A4,B1,C2,D1,E3,F2, , A4,B1,C2,D2,E3,F2 dan A4,B1,C2,D2,E1,F2.  Sementara pertumbuhan miselium yang tidak menyebar yaitu pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E2,F2, dan A4,B1,C2,D2,E2,F2. Pertumbuhan  miselium yang tidak merata disebabkan karena ketiga perlakuan tersebut berada pada kondisi anaerob yaitu tidak ada oksigen yang dapat digunakan kapang dalam proses pertumbuhannya utamanya pertumbuhan hifa. Hal ini sesuai pernyataan Buckle (1987), bahwa difusi oksigen secara perlahan merata ke dalam tempe akan menghasilkan pertumbuhan kapang yang optimum. Dan pertumbuhan miselium yang merata disebabkan karena pada saat penaburan ragi dilakukan secara tidak merata sehingga pertumbuhan miselium menjadi tidak menyebar dan salah satu ciri bahwa fermentasi tempe tidak berhasil yaitu kondisi pertumbuhan miselium tidak merata akibat penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopus oryzae) tidak merata.
Hasil pengamatan 6 perlakuan untuk parameter kekompakan kedelai yang terlihat dari tabel hasil menunjukkan kompak dan tidak kompak. Untuk perlakuan yang tidak kompak yaitu pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E2,F2, A4,B1,C2,D1,E3,F2, A4,B1,C2,D2,E1,F2, dan A4,B1,C2,D2,E2,F2. Sedangkan tempe yang kompak pada perlakuan A4,B1,C2,D1,E1,F2 dan A4,B1,C2,D2,E3,F2. Tempe yang kompak disebabkan pertumbuhan misellium yang optimal sehingga hifa tersebar merata dan mengikat kedelai sehingga terlihat kompak dan menyatu. Hal ini sesuai pernyataan Anonim (2013) bahwa benang-benang hifa yang dihasilakan kapang tempe mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Sedangkan kedelai yang tidak kompak disebabkan oleh kondisi kapang yang sudah tidak aktif dan laru yang diberikan terlalu sedikit dan pengadukan yang tidak merata. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), bahwa ciri-ciri tempe yang tidak berhasil adalah kedelai tidak kompak diakibatkan karena kapang tidak aktif atau sudah mati, laru terlalu sedikit, laru terlalu tua, dan pengadukan laru tidak merata.
Hasil pengamatan 6 perlakuan untuk parameter kenampakan yang terlihat dari tabel hasil menunjukkan tempe yang berwarna putih, berwarna kedelai (tidak ada perubahan warna sebelum dan sesudah difermentasi), dan ada juga yang berwarna hitam. Hal ini disebabkan pertumbuhan misellium yang tidak optimal sehingga hifa tersebar tidak merata dan ada bercak hitam dipermukaan tempe,  jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat, sehingga kondisi pertumbuhan miselium tidak merata akibat penyiraman/penaburan larutan atau jamur fermentasi (Rhizopu oryzae) tidak merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle (1987) bahwa, pertumbuhan miselium yang tidak optimal sehingga hifa tersebar tidak merata dan ada bercak hitam dipermukaan tempe,  jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.
Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan tempe. Jamur ini aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat. Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino. Selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Rhizopus sp. utamanya Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Kedua bakteri ini mampu menghasilkan enzim protease yang dapat mengurai protein pada kedelai menjadi asam amino yang lebih sederhana. Hal ini sesuai pernyataan putupermana (2012) bahwa Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino, selain itu jamur ini juga mampu menghasilkan protease. Sedangkan Rhizopus oligosporus.











V. PENUTUP
A.   Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari praktikum pembuatan tempat adalah sebagai berikut:
1.    Faktor yang mempengaruhi fermentasi kedelai menjadi tempe adalah jumlah oksigen, suhu fermentasi, ragi yang digunakan, luas permukaan kedelai, serta prosedur pembuatan tempe.
2.    Semakin sedikit serat pada pada kecang kedelai, maka semakin bagus kualitas tempe.
3.    Pertumbuhan miselium dioengaruhi oleh tingkat hidrolisat dari kedelai. Semakin tinggi tingkat hidrolisat, maka semakin lebat oertumbuhan dari meselium.
A.   Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya asisten dan praktikan menjalin komunikasi dengan baik, sehingga praktikum berjalan sesuai dengan prosedur kerja yang telah disiapkan.






DAFTAR PUSTAKA
Amirul, 2012. Tempe. http://amirulrosid.blogspot.com/2012/10/makalah-tempe.html. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2013, Makassar.

Anonim, 2011. Fermentasi Tempe. http://lordbroken.wordpress.com/2011/07/09/fermentasi-tempe/\. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2013, Makassar.
Anonim, 2013a. http://id.wikipedia.org/wiki/Tempe. Tempe. Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013. Makassar
Anonim, 2013b. Anonim, 2013. http://id.wikipedia.org/wiki/Rhizopus_oligosporus. Rhizopus oryzae dan Rhizopus Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013. Makassar

Buckle, A. K., R.A. Edwards., G. H. Fleet., M. Wooton. Ilmu Pangan. 1987. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Fais, 2013. http://faishalibnu.blogspot.com/2013/03/laporan-pembuatan-tempe.html. Fermentasi tempe. Diakses pada tanggal 29 oktober 2013. Makassar.
Hermana, Karmini M, and Karyadi D. 1999. Composition and nutritional value of tempe: its role in the improvement of the nutritional value of food. Dalam “The complete handbook of tempe”. The American Soybean Association.
Putupermana, 2012. http://putupermana.blogspot.com/2012/03/rhizopus-oryzae-materi-kuliah-semester.html. Rhizopus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Diakses pada tanggal, 29 Oktober 2013. Makassar.

Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI. Diakses tanggal 28 Oktober 2013. Makassar.

Weiss et all. 1984. The Free Dictionary . London : CRC Press. Tempe. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar